Eternals Mungkin Akan Menjadi Film Yang Lebih Menarik Jika Bukan Film Marvel

Eternals mungkin akan menjadi film Marvel Studio pertama yang tidak mendapatkan keuntungan dari menjadi bagian dari Marvel Cinematic Universe. Setelah satu dekade lebih film-film Marvel saling berhubungan, Marvel sangat berhati-hati dalam menyusun ekspektasi penonton. Bagi kita, fans MCU, film-film Marvel seperti memiliki energi tertentu yang terbantahkan. Perpaduan antara aksi, humor, dan adegan menyentuh hati yang ditujukan ke semua orang. Eternals memang miliki beberapa di antaranya, tapi di tangan sutradara pemenang Oscar, Chloe Zhao, film ini bercita-cita untuk menjadi lebih.

Foto: Alphacoders.com


Zhao yang awal tahun ini memenangkan Oscar bersama film Nomadland, juga ikut menulis Eternals bersama Patrick Burleigh, Ryan Firpo, dan Kaz Firpo. Cerita dasarnya adalah di awal pembuatan kehidupan, terdapat makhluk seperti setara dewa bernama Celestials yang menciptakan makhluk abadi bernama Eternals yang bertugas untuk melindungi alam semesta dari kumpulan makhluk lain bernama Deviants.

Film ini mengambil latar 7.000 tahun yang lalu, ketika Eternals pertama kali tiba di bumi. Mereka yang abadi, hidup melalui berbagai macam kejadian dan bencana hingga masa sekarang.

Eternals dimulai dengan Sersi, diperankan oleh Gemma Chan yang juga muncul dalam peran kecil di Captain Marvel, bersatu kembali dengan cintanya yang telah lama hilang, Ikarsi, diperankan oleh Richard Madden). Keduanya menyadari bahwa Deviants yang mereka pikir telah dimusnahkan berabad-abad yang lalu kembali datang. Maka keduanya, bersama dengan Sprite (Lia McHugh), melintasi dunia untuk mengumpulkan kembali para Eternals.

Foto: Marvel/Eternals


Dalam adegan "Geng yang kembali bersama", Eternals terasa seperti film Marvel yang diinginkan oleh semua orang; keluarga. Bagaimanapun, 10 makhluk abadi ini adalah sebuah keluarga yang telah saling mengenal selama ribuan tahun dan selama waktu tersebut terjadi hubungan yang sangat komplek di antara mereka. Film ini terasa ingin mengeksplor hal tersebut, tetapi hanya memiliki waktu yang sangat singkat untuk melakukannya. 

Di sini kita akan melihat romansa antara Sersi dan Ikaris, Ajax sebagai pemimpin kelompok yang telah menepi di peternakan di South Dakota. Druig, yang sejak lama memiliki tujuan yang berbeda dengan Eternals lainnya. Thena, yang menderita sehingga mengharuskannya untuk di awasi oleh Gilgamesh. Kingo, yang telah menjadi bintang hollywood. Phastos, yang sudah melepaskan diri dari Eternals. Sprite menghadapi cinta yang tak terbalas. Dan Makkari, yang baru saja siap untuk meninggalkan Bumi.

Tentu saja, karena ini adalah film superhero, semua anggota Eternalss memiliki kekuatan supernya masing-masing. Tetapi, melihat mereka semua berinteraksi, bersatu kembali, dan bernostalgia adalah hal terbaik di Eternals ini. Karakternya terdefinisi dengan baik dan setiap aktor melakukan pekerjaannya dengan sangat memukau. Film ini juga tetap memiliki percikan ala Marvel.

Naskah dari film ini juga sangat bagus. Terdengar percakapan tentang keluarga, agama, perang, teknologi, evolusi, dan banyak hal lain yang menghasilkan banyak sekali ide menarik untuk dilahap oleh penonton.

Melihat apa yang dijabarkan di atas, tentang semua sudut pandang yang diperlihatkan, sepertinya Eternals ini akan sangat menarik apabila tidak harus menjadi film Marvel. Mereka tidak harus meluangkan waktu untuk membahas kenapa mereka tidak ikut melawan Thanos dan mereka tidak harus menyebut Avengers. Mungkin film ini akan menjadi film yang lebih menarik.

Begitu kita mengetahui mengapa Deviants kembali dan Eternals dipaksa untuk kembali beraksi, film ini berubah menjadi film superhero pada umumnya dalam setelah tembak menembak untuk menyelamatkan dunia.

Foto: Marvel/Eternals


Film Eternals ini paling menghibur dan mengasyikkan ketika kita melihat para anggotanya berada dalam periode waktu yang berbeda, berinteraksi dengan budaya dan lingkungan yang berbeda. Zhao dan sinematografernya, Ben Davis, memotret setiap landscape mulai dari gurun yang luas, hutan lebat, hingga pegunungan yang tertutup salju dengan indah. Plus, editan yang memperlihatkan masa sekarang dari berbagai titik dalam sejarah, memberi Eternals momentum yang laya meskipun durasi film ini hampir tiga jam.

***

Hanya saja di akhir perjalanan, semua karakter, semua sejarah, semua ide dan eksposisi berakhir dengan film ini harus menjadi film Marvel Cinematic Universe. Eternals terasa seperti balon yang menahan semua aksi menarik hingga akhirnya meledak. 

Eternals mulai bisa disaksikan di bioskop Amerika pada 5 November. Di Indonesia? Kita tunggu kabar selanjutnya.


Sumber: gizmodo.com

Lebih baru Lebih lama